Penerapan CyberLaw dibeberapa
Negara :
Malaysia
Thailand
Amerika Serikat
Apa itu
Cyberlaw? Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber ( dunia maya), yang
umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau
fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu".
Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu
ini. Dengan semakin meningkatnya pengguna internet dari tahun ke tahun tentu
juga akan meningkatkan tindakan kriminal yang mungkin terjadi di dunia maya.
Oleh karena itu sebagian negara mulai
berkonsentrasi untuk menetapkan hukum yang berkaitan dengan dunia maya ( cyber
).
Saat kita
berselancar di dunia maya, semua terasa bebas dan tanpa batas namun sebenarnya
terdapat hukum yang mengatur penggunaan internet yaitu cyber law. Cyber law
adalah hukum yang ada di dunia maya yang mengatur tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi internet. cyber Law merupakan aspek hukum yang artinya
berasal dari Cyberspace Law. Yang ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya Pemberlakuan cyber law dikarenakan saat ini
mulai muncul kejahatan – kejahatan yang ada di dunia maya yang sering di sebut
sebagai CyberCrime.
Hukum yang ada di dunia maya pun berbeda
sebutannya, di antaranya adalah CYBERLAW, COMPUTER CRIME LAW & COUNCILE OF
EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME.
Ø CyberLaw di Negara Malaysia
The Computer
Crime
Sebagai negara
pembanding terdekat secara sosiologis, Malaysia sejak tahun 1997 telah
mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur
berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan
Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam
internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. Sementara, RUU Perlindungan Data
Personal kini masih digodok di parlemen Malaysia.
The Computer
Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui
komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya
mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet.
Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk
cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki komputer dan anda adalah orang
yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya, karena saya memang tidak
mengizinkan anda untuk mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa seizin saya,
maka hal tersebut termasuk cybercrime, walaupun pada kenyataannya komputer saya
tidak terhubung dengan internet.
Lebih lanjut,
akses yang termasuk pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk
membuat komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat
komputer untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan
pembuat instruksi-instruksi tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik
pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer
korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran
The computer Crime Act :Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan
atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun
sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
Sedangkan isi
dari Computer Act itu sendiri mencakup :
- Mengakses
material komputer tanpa ijin
- Menggunakan
komputer untuk fungsi yang lain
- Memasuki
program rahasia orang lain melalui komputernya
- Mengubah
atau menghapus program atau data orang lain
-
Menyalahgunakan program atau data orang lain demi kepentingan pribadi
Cyber Law di
Malaysia
Cyber Law di
Malaysia, antara lain:
·
Digital Signature Act
·
Computer Crimes Act
·
Communications and Multimedia Act
·
Telemedicine Act
·
Copyright Amendment Act
·
Personal Data Protection Legislation (Proposed)
·
Internal security Act (ISA)
·
Films censorship Act
The Computer
Crime Act 1997
The Computer
Crime Act mencakup, sbb:
v
Mengakses material komputer tanpa ijin
v
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
v
Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
v
Mengubah / menghapus program atau data orang lain
v
Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Ø CyberLaw di Negara Thailand
Pada
negara Thailand mungkin peraturan mengenai cyberlaw belum selengkap Indonesia,
Malaysia, maupun Singapura. Tetapi negara tersebut sudah menetapkan mengenai
cybercrime dan kontrak elektronik sebagai bagian dari cyberlaw. Walaupun yang
ditetapkan baru dua poin tetapi mengenai hal - hal lainnya seperti privasi,
spam, digital copyright, dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cybercrime
dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Tentang UU
ITE
UU ITE (Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik )adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. UU ITE
mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet
sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE
ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU
ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada
umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan
tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi
UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI.
Tim Unpad
ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad
bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya
dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai
naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis
tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin
Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Keterbatasan
UU Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU
yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU
N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan
dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi
administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana
semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.
Pada UU No.36
tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah,
mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta
meningkatkan hubungan antar bangsa.Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada
beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan
perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap
telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi
informasi.
Teknologi
informasi sangatlah berpengaruh besar untuk negara kita,di lihat dari segi
kebudayaan , kita bisa memperkenalkan budaya – budaya yang kita miliki dengan
bebas kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing. kalau
dilihat dari segi bisnis keuntungannya adalah kita dengan bebas dan leluasa
memasarkan bisnis yang kita jalankan dengan waktu yang singkat.
jadi menurut
saya UU ini belum sepenuhnya dapat mengatur penggunaan teknologi informasi
karena kebebasan yang dimiliki dari setiap individu yang tidak bida dikontrol
dan juga tidak bisa dilihat dari segi negative nya saja banyak juga segi
positif dari penggunaan teknologi informasi seperti dapat nya memperkenalkan
kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asin.
Pelanggaran
UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar rupiah. Di Indonesia, masalah tentang
perlindungan konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital copyright,penggunaan
nama domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Namun, masalah spam dan online dispute resolution belum mendapat tanggapan dari
pemerintah sehingga belum ada rancangan
Ø
CyberLaw di
Negara Thailand
Di Amerika, Cyber
Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic
Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan
Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of
Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47
negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya
ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke
jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi
dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung
keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999
membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur
penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan
pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak
elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur
informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas
atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan
kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi
dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan
notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara
elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan
bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen
elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam
penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya
karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur
mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan
waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur
mengenai dokumen yang dipindahtangankan.